Oleh:
Muh. Hasbi ash-Shiddieqy Hollong p
Budiman kadir
Asriwan
PRODI
ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ulama
sepakat bahwa Hadis atau yang lebih dikenal sebagai Sunnah merupakan sumber
hukum kedua setelah al-Qur’an karena hadis adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. baik berupa perkataan, perbuatan, maupun
ketetapan Beliau. Namun pada perkembangannya, banyak yang memahami hadis dari
segi teksnya saja dan tidak mengetahui maknanya dari segi konteksnya bahkan ada
yang memahaminya sepintas lalu saja.
Maka
diperlukan metode-metode untuk menjelaskan atau menyingkap isi kandungan suatu
hadis sehingga hadis tidak dipahami sebatas teksnya saja. Salah satu metode
yang digunakan penulis dalam makalah ini adalah metode Tahlili> atau yang
lebih dikenal dengan metode Analisis yaitu meneliti hadis secara rinci mulai
dari syarah mufrada>t, syarah kalimat, asba>b al-wuru>d, aqwa>lul
‘ulama, kandungan hadis, serta hikma-hikmanya. Salah satu hadis yang dibahas
dalam makalah ini adalah hadis yang berbicara tentang amalan yang paling
disukai Allah adalah yang berkesinambungan atau yang dikerjakan secara rutin.
Rumusan
Masalah
1. Syarah kalimat serta pendapat para ‘ulama.
2. Kandungan hadis dan hikmah yang dapat dipetik.
BAB
II
PEMBAHASAN
عن
أبي هريرةَ - رضي الله عنه - ، قَالَ : قَالَ رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم -
: (( كُلُّ سُلامَى مِنَ النَّاسِ عَلَيهِ صَدَقَةٌ ، كُلَّ يَومٍ تَطلُعُ فِيهِ
الشَّمْسُ : تَعْدِلُ بَينَ الاثْنَينِ صَدَقةٌ ، وتُعِينُ الرَّجُلَ في
دَابَّتِهِ ، فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ
صَدَقَةٌ ، وَالكَلِمَةُ الطَيِّبَةُ صَدَقَةٌ ، وبكلِّ خَطْوَةٍ تَمشيهَا إِلَى
الصَّلاةِ صَدَقَةٌ ، وتُميطُ الأذَى عَنِ الطَّريقِ صَدَقَةٌ )) مُتَّفَقٌ
عَلَيهِ[1]
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. Berkata,
Rasulullah saw. Bersabda: “Masing-masing persendian dari setiap manusia itu
harus diberi sedekah. Setiap hari di mana pada hari itu terbit kemudian ia berbuat adil terhadap dua orang
yang berselisih maka itu adalah sedekah; membantu seseorang untuk menaikkan
atau mengangkat barangnya keatas kendaraannya itu adalah sedekah; kalimat
(ucapan) yang baik itu adalah sedekah; setiap langkah untuk berjalan menuju ke
tempat shalat itu adalah sedekah; dan menyingkirkan gangguan dari jalan itu
adalah sedekah”. (Riwayat Bukhari dan Muslim).[2]
وعن
أَبي موسى الأشعري - رضي الله عنه - ، عن النَّبيّ - صلى الله عليه وسلم - ، أنَّه
قَالَ : (( الخَازِنُ
المُسْلِمُ الأمِينُ الَّذِي ينفذُ مَا أُمِرَ بِهِ
فيُعْطيهِ كَامِلاً مُوَفَّراً طَيِّبَةً بِهِ نَفْسُهُ فَيَدْفَعُهُ إِلَى
الَّذِي أُمِرَ لَهُ بِهِ ، أحَدُ المُتَصَدِّقين )) مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
وفي
رواية : (( الَّذِي يُعْطِي مَا أُمِرَ بِهِ )) وضبطوا (( المُتَصَدِّقَينِ ))
بفتح القاف مَعَ كسر النون عَلَى
التثنية ، وعكسه عَلَى الجمعِ وكلاهما صحيح
Artinya: Dan dari Abi Mu>sa>
Al-Asy’ariy –rad}iyalla>hu‘anhu- , dari Nabi –s}allalla>hu ‘alaihi
wassallam- , bahwasanya beliau bersabda: “Seorang Muslim yang menjadi penyimpan
(bendaharawan) yang dapat dipercaya dimana ia melaksanakan apa yang
diperintahkan dan memberi apa yang harus diberikannya dengan sempurna dan
senang hati serta dia memberikannya kepada siapa
yang diperintahkannya maka ia termasuk salah seorang yang bersedekah”. (Muttafaqun
‘Alaih) [3]
SYARAH KALIMAT
كُلُّ سُلامَى مِنَ النَّاسِ عَلَيهِ صَدَقَةٌ
Arti dari kalimat tersebut adalah Masing-masing persendian dari setiap manusia
itu harus diberi sedekah. Maksud dari pengertian diatas adalah, setiap
persendian yang ada dalam tubuh manusia yang telah dibebani, mempunyai
kewajiban untuk mensyukurinya dengan cara mengerkajan perbuatan baik[4].
Jadi persendian yang diberikan oleh Allah harus digunakan dengan
sebaik-baiknya, adapun caranya dengan mengerjakan shalat, membantu sesama,dll.
Dan menurut pemakalah inilah yang dimaksud dengan sedekah, dan tidak lupa
disertai deng ikhlas.
كُلَّ يَومٍ تَطلُعُ فِيهِ الشَّمْسُ
Arti
dari kalimat ini adalah Mengingatkan bahwa sedekah itu hendaknya dilakukan oleh
manusia setiapa hari, agar tidak ada anggapan bahwa sedekah itu tidak cukup
dilakukan hanya sekali atau sehari saja[5]
تَعْدِلُ
بَينَ الاثْنَينِ صَدَقةٌ
Adapun
maksud pengertian dari kalimat diatas adalah adanya keharusan pada diri
seseorang untuk berbuat adil terhadap orang yang dilanda konflik, yang dapat
memutuskan hubungan antar sesama manusia, serta berbuat adil pula terhadap
orang yang saling bertengkar antar satu sama lain. Dan juga berbuat adil terhadap suatu perkara yang
mana seakan-akan diri manusia yang ingin berbuat adil itu sebagai seorang hakim
atau pemberi solusi dengan cara adil, berkata baik, dan berbuat baik atas nama
kemaslahatan manusia.
Seperti
yang terdapat didalam hadis, bahwa sanya berbuat adil itu tidak menghalalkan
sesuatu yang haram, dan tidak mengharamkan sesuatu yang halal. Perbuatan yang
demikian itu hanya untuk mencegah akan adanya pertengkaran yang dapat
menimbulkan perkataan dan perbuatan yang jelek dari pertengkaran itu.[6]
وتُعِينُ
الرَّجُلَ في دَابَّتِهِ ، فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا
Pengertian
dari kalimat ini dimana seseorang diwajibkan untuk membantu sesamanya yang
sedang mangalami kesusahan. Dengan seikhlasnya, yang sebagaiman sesuai dengan
konteks hadis diatas yang menyinggung tentang sedekah.[7]
وبكلِّ
خَطْوَةٍ تَمشيهَا إِلَى الصَّلاةِ صَدَقَةٌ
Salah satu penjelasan yang tersirat dalam
hadis ini yaitu. Penjelasan dari makna kalimat diatas adalah memperbanyak
langkah langkah kaki menuju masjid yaitu tempat shalat berjamaah yang mana
dihargai oleh Allah dengan terangkatnya derajat orang tersebut, setiap langkah
menambah satu derajat, menghembuskan satu kesalahan.[8]
Rasulullah bersabda:
حدثنا يحيى بن ايوب وابن حجر جميعا عن اسماعيل بن جعفر قال
ابن ايوب حدثنا اسماعيل أخبرني العلاء عن ابيه عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله
عليه وسلم قال : ألا أدلكم على ما يمحو الله به الخطايا و يرفع الدرجات قالوا بلى
يارسول الله , قال : اسياغ الوضوء على المكاره وكثرة الخطا إلى المسجد وانتظار
الصلاة بعد الصلاة فذالكم الرباط . ( رواه مسلم ). [9]
Artinya
:
Telah dikatakan kepada kami oleh
Yahya ibn Ayyu>b dan ibn Hajar seluruhnya dari Isma>il ibnu Ja’far
berkata ibn Ayyu>b telah dikatakan kepada kami dari Ismai>l berkata saya
telah dikabari oleh al-Ula> dari ayahnya dari Abi> Hurairah sesungguhnya
Rasulullah saw bersabda :” Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang
dengannya Allah menghapus dosa-dosa dan meninggikan derajat?” Sahabat menjawab:
“Ya, wahai Rasulullah!” Beliau bersabda: “menyempunakan wudhu pada situasi yang
tidak disukai (seperti di musim dingin), banyaknya langkah pergi ke
masjid-masjid dan menunggu shalat setelah mengerjakan shalat itulah
ar-riba>th.
وتُميطُ
الأذَى عَنِ الطَّريقِ صَدَقَةٌ
Makna
yang tersirat dari kalimat ini, mengajak manusia untuk jalan dijalan yang baik.
Dalam artian menyingkirkan segala sesuatu yang mempunyai dampak bahaya apabila
ia melakukan sesuatu atau melintas pada tempat itu. Seperti halnya
menyingkirkan duri dari jalan yang dilalui. Sama halnya menyingkirkan perbuatan
kejelekan yang dilakukan oleh orang lain.
Adapun
syarat diterimanya pahala dari perbuatan tersebut adalah, niat yang ikhlas dan
mengerjakannya hanya untuk Allah.[10]
KANDUNGAN HIKMAH
Rasulullah mengajarkan kepada umatnya agar
senantiasa untuk slalu tolong-menolong dalam kebaikan, yang ia merupakan suatu
kebajikan, dan meninggalkan berbagai kemunkaran. Dan melarang untuktolong
menolong dalam kebatihilan dan berbuat dosa.
Allah
berfirman:
“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam
mengerjakan kebaikan dan takwa…”
·
Senantiasa mensyukuri ciptaan Allah, karena tidaka ada
ciptaan-Nya yang sia-sia.
·
Janganlah merasa hebat, bangga akan diri sendiri.
Karena semua yang didapat adalah semua sedekah dari Tuhan sang pencipta yakni
Allah
·
Berbuat baik harus dibarengi dengan niat yang ikhlas
·
Berikhlas dalam membantu sesame
·
Serta berbuat adil kepada sesama manusia
[1]
Abu Zakaria bin Syaraf bin Murra al-Nawawy, Riyad}u al-S}a>lihi>n (Semarang:
Toha Putra, 2004), h. 75.
[2]Abu
Zakaria bin Syaraf bin Murra al-Nawawy, Riyad}u al-S}a>lihi>n. terj.
Drs. Muslich Shabir, MA, Terjemahan Riyadhus Shalihin (Semarang: Toha Putra, 2004), h. 82.
[4] Muhammad Ibnu ‘Illa>n al-S}iddiqi>
al-Sya>fi’i> al-Asy’ary> al-Makiyyi, Dali>lu al-Fa>lihi>n,
juz 1(kairo; da>r al-Hadis}) h. 302
[5] Ibid. h. 303
[6] Muhammad Ibnu ‘Illa>n al-S}iddiqi>
al-Sya>fi’i> al-Asy’ary> al-Makiyyi, Dali>lu al-Fa>lihi>n,
juz 1(kairo; da>r al-Hadis}) h. 302
[7]
Muhammad Ibnu ‘Illa>n al-S}iddiqi> al-Sya>fi’i> al-Asy’ary>
al-Makiyyi, lo. cit
[8]
Ibnu Hamzah al-Husaini al-Hanafi> al-Damsyiqi, loc. cit.
[9]
Abu al-Husain Muslim bin al-Hajja>j bin al-Muslim al-Qusyairi>
al-Ni>sa>bu>ri>, S}ahi>h Muslim (Beirut: dar al-a>faq,
t. th) h.151
[10]
Muhammad Ibnu ‘Illa>n al-S}iddiqi> al-Sya>fi’i> al-Asy’ary>
al-Makiyyi, loc. cit.
[11]
Q.S. al-Ma>idah:2
No comments:
Post a Comment